The Saga Of Daniel Sclabe


 The Saga Of Daniel Sclabe

Hari libur yang sangat panjang. Selalu saja kulalui dengan kegiatan yang sama, dan selalu saja membosankan. Bangun tidur, membuka jendela, mandi, menyapu halaman, memasak, sarapan, menjual buah Mr. Poch, membersihkan kebun Mrs. Shady, membuat keranjang  buah dengan anak Mrs. Shady, membacakan dongeng-dongeng membosankan untuk anak bayi Mrs. Shady, lalu mengajak jalan-jalan anak-anak Mrs. Shady bersama anjingnya. Begitulah kegiatan membosankan yang berlangsung di hari liburku sejak Ibuku meninggal, mungkin sekitar 5 tahun yang lalu.

            Lalu pulang dengan uang dikantungku. Mungkin kau sudah menyimpulkan bahwa aku bekerja pada Mrs. Shady, dan kau benar. Aku memang bekerja pada keluarganya, akan tetapi, aku tidak pernah berniat, dan sebenarnya aku enggan melakukannya. Hanya saja, Ibuku memberiku wasiat demikian, hingga aku harus tetap bekerja pada Mrs. Shady sampai aku memiliki seorang istri.

            Tapi tak pernah terpikir olehku hari Minggu yang kulalui hari itu akan mengubah hidupku, dan terlepas dari pekerjaan membosankan dirumah Mrs. Shady. Tapi sebelumnya, aku akan memulai ceritaku di hari sebelum kejadian tersebut terjadi.

            Pagi hari, seperti biasa di hari Sabtuku, aku meninggalkan rumah dan berangkat menuju rumah Mr. Poch untuk menjajakan buah-buahannya. Berkeliling menjajakan buah-buahan Mr. Poch adalah satu-satunya kegiatan yang kusukai diantara kegiatan membosankan di hari liburku. Sayangnya, perjalanan menuju rumah Mr. Poch harus melewati rumah Mrs. Shady, dan hal inilah yang membuat semua kegiatanku tetap membosankan.

            Sesampainya di depan rumah Mrs. Shady, aku berusaha membuang mukaku dan berjalan sepelan mungkin,  tapi wanita itu tetap saja mengetahui kedatanganku. Dia menghampiriku dan memelukku dari belakang, sungguh hal yang sangat menyebalkan.

“Daniel, kenapa kau datang sesiang ini?"

“Aku tidak kesiangan. Lepaskan aku! Lagipula, aku harus segera datang ke rumah Mr. Poch untuk menjajakan buah-buahannya.”

“Daniel, Lebih baik kau tidak menjajakan buah-buahan milik Mr. Poch lagi, sekarang, bersihkan saja kebun Mom. Aku sudah meyiapkan teh hangat untukmu.”

“Aku butuh uang, dan dengan bekerja pada Ibumu saja tak akan cukup.”

“Tenang saja, aku bisa meminta Mom untuk menaikkan gajimu.”

“Sudahlah tidak perlu, sekarang lepaskan aku.”

Friska, salah satu dari anak Mrs. Shady yang membosankan. Membosankan disini berarti menyebalkan. Umurnya 1 tahun lebih tua dariku sekitar 15 tahun. Dia sangat centil dan selalu saja menggangguku, dan selalu saja berkata bahwa ia mencintaiku. Biasanya aku memaksanya untuk melepaskanku jika ia menggangguku saat membersihkan kebun Mrs. Shady. Tapi karena hari itu masih pagi, aku tidak mau dia menganggapku memperlakukannya dengan kasar.

Aku meninggalkannya, dia melambaikan tangannya dan memberiku senyuman dengan cara yang membosankan. Aku tahu dia mengharapkan agar aku membalas lambaiannya. Tapi aku tak pernah melakukannya, aku mencoba menghindari resiko ia akan lebih menyukaiku dan menganggap aku juga menyukainya.

Perjalanan dari rumah Mrs. Shady menuju rumah Mr. Poch mungkin sekitar 2 km. Membutuhkan banyak waktu untuk berjalan kesana, apalagi dengan suasana hati yang tidak menyenangkan. Tak banyak kendaraan yang melewati jalan menuju rumah Mr. Poch, mungkin karena rumahnya sedikit terpencil. Dan itulah salah satu alasan dia menyuruhku menjajakan buah-buahannya, karena rumahnya terpencil. Apalagi fisiknya yang tak kuat lagi untuk berjalan mengelilingi desa, apalagi kekota.

“Hey Daniel,” kata Mr. Poch memberiku salam sambil memelukku. Hal membosankan selanjutnya yang selalu saja terjadi saat aku bertemu dengannya. Tak seperti ayahku, pelukannya bagaikan seekor induk sapi yang tidur disamping anaknya diatas kotorannya sendiri. Dan itu memang benar. Karena Mr. Poch jarang mencuci pakaiannya dan itulah alasan kedua kegiatan ini terasa membosankan bagiku. Satu-satunya alasan yang kutahu, karena istrinya sudah tiada.

“Bisa kau lepasakan aku sekarang?” tanyaku. Aku mencoba untuk membuatnya tidak marah. Diapun melepaskanku dan mengajakku masuk kerumahnya.

“Ini buah yang harus kau jajakan hari ini.” kata Mr. Poch. Ia menyerahkan dua keranjang buah padaku, keranjang pertama berisi buah apel yang sudah masak. Dan keranjang lain berisi buah lemon dan anggur. “Kau boleh mengambil 50% hasil yang kau dapat.” kata Mr. Poch sembari melambaikan tangannya padaku, dan seperti lambaian tangan Friska, lambaian tersebut tak berarti apapun. Aku tak membalas lambaianya.

Perjalanan menuju kota tidak memakan waktu cukup panjang. Hal itu bukanlah hal yang mengherankan, karena aku melewati jalan pintas. Mungkin hanya memerlukan waktu setengah jam.

Sesampainya dikota, seperti biasa aku kembali menjajakan buah-buahan Mr. Poch. Peristiwa yang terjadi setelah ini mungkin adalah sebuah tanda yang berarti dimulainya perubahan dalam hidupku. Tapi, aku tak menyadarinya hingga sebuah kisah terdengr di telingaku.

Hari itu sangat panas. Bisa kurasakan cahaya matahari menyengat kulitku. Air keringatpun bercucuran dari kepalaku. Ingin rasanya aku tidak menjajakan buah melihat beberpa buahku telah terjual, tapi karena aku teringat perkataan Mr. Poch tentang uang yang akan kudapat. Jika saja hari itu Mr. Poch tidak menawariku hasil 50%, mungkin hidupku tak akan pernah berubah. Dan bukanlah tak mungkin jika aku harus menikahi Friska dan selamanya terjebak dengan keluarga Mrs. Shady.

“Hai nak!” seseorang menepuk punggungku. Dan kudapati seorang pria yang mungkin 20 cm lebih tinggi dariku. Menurut analisaku dia berumur sekitar 25 sampai 30 tahun. “Kau benar Daniel Sclabe?”

“Yes,”

“Tentu saja, aku tak mungkin salah orang, kau sangat mirip dengan diskripsi Daniel Sclabe.”

“Daniel Sclabe? Tak ada alasan Anda bisa berkata bahwa saya mirip dengannya, karena saya memanglah dia.”

“Bisakah kita berbincang-bincang dengan lebih santai?”

“Aku fikir kita tidak bisa, saya harus menjajakan buah-buah...”Kataku menolak tapi dia memotong perkataanku. Satu yang aku tahu dia lebih tidak sopan padaku.

“Buah-buahan Mr. Poch.”

“Bagaimana Anda bisa mengetahuinya?”

“Gosip, aku tahu semua tentangmu Daniel Sclabe, paginya kau menjajakan buah-buahan milik Mr. Poch, lalu kau akan bekerja pada Mrs. Shady dan pulang dengan uang dikantungmu.”

“Anda tahu benar kata-kata saya dalam menggambarkan kegiatan di hari libur saya yang membosankan. Tapi bagaimana mungkin saya tidak tahu bahwa diri saya terkenal? Yang saya tahu saya hanyalah anak yatim piatu yang terjebak di keluarga Mrs. Shady selama bertahun-tahun.”

“Aku ingin membeli beberapa buah dikeranjangmu,” katanya mengeluarkan dompet hitam yang sangat kotor. Tentu saja saat itu aku terheran-heran. Dia hampir membuatku menghabiskan waktu, dan semua itu hanya untuk membeli beberapa buah.

“Apa maksud Anda? Anda mencari informasi tentang saya hanya untuk membeli buah?”

“Tentu saja,”

“Lalu untuk apa Anda memintaku untuk berbincang-bincang dengan santai?”
“Perkenalkan namaku John Kyle. Aku memiliki organisasi yang terdiri dari cukup banyak orang. Oleh karena itu aku ingin membeli beberapa buah daganganmu.”

“Kau membuatku terjebak dalam percakapan membosankan hanya untuk beberapa buah? Kau hampir membuatku menghabiskan waktuku menjajakan buah dan jika kau tidak mengajakku bebicara mungkin satu keranjang buah-buahan Mr. Poch sudah habis terjual.” Aku tidak memberikan tanda seru diakhir kalimat yang kuucapkan, karena memang aku tidak berbicara padanya dengan nada tinggi. Aku hanya tidak menggunakan bahasa yang sopan.

“Aku akan membeli semua buahmu, dan kalau kau mau berkeliling kesini lagi, aku juga akan memborong buah-buahan Mr. Poch.” itulah kalimat terakhir dari orang yang memborong buah-buahan Mr. Poch. Aku heran pada diriku sendiri, biasanya aku tak pernah bersikap kasar pada orang lain. Tapi mungkin karena hari itu cuaca sangat panas, dan buah-buahan Mr. Poch belum terjual setengah membuatku tak bisa menahan rasa marahku.

The Saga Of Daniel Sclabe

Hari yang begitu panas tiba-tiba saja menjadi teduh, tanpa pikir panjang aku menengok ke langit. Tak kusadari bahwa langit terlihat mendung, ini sangat aneh bagiku, padahal sedari tadi tak ada satupun awan yang kulihat. Tapi, sekarang tanpa terduga mendungpun terbentuk. Hari yang teduh menemani perjalananku menuju rumah Mr. Poch.

Dari kejauhan, aku melihat ada sesuatu yang berbeda dengan rumah Mr. Poch. Mr. Poch tidak ada dimanapun. Tidak dibawah pohon, tidak memetik buah, tidak memupuki tanaman, tidak juga meminum kopi. Tanpa pikir panjang, setelah aku mencapai rumah Mr. Poch, akupun segera memanggil namanya.

“Paman! Kau dimana? Semua buah yang kubawa berhasil terjual.” kataku berteriak sekeras yang kubisa. Kupanggil namanya berulang kali, tapi tetap saja tak ada suara yang menyahut panggilanku. Aku juga telah mengetok pintunya berulang kali, tetap taka da sahutan. Aku mencoba masuk kedalam rumah, tapi kudapati bahwa pintunya terkunci.

Aku meraba sakuku untuk menemukan sesuatu yang mungkin berguna, dan kutemukan secarik kertas. “Mungkin aku bisa menulis surat untuknya.” kataku pada diriku sendiri. Tapi aku tak menemukan sesuatu yang dapat kugunakan untuk menulis diatasnya. Akupun teringat perkataan Mr. Poch tentang apa bahan sebenarnya untuk membuat tinta. Sayangnya, butuh waktu lama untuk mengingatnya. “Aku ingat bahan tersebut diawali dengan huruf M, tapi yang teringat diotakku hanyalah kata-kata yang bahkan tak ada hubungannya denganMangsit.” Semula aku tak sadar bahwa aku telah mengatakannya, bahkan aku mengatakannya berulang-ulang.

“Mangsit… tinta… mangsit… tinta… mangsit… tinta. Tentu saja, mangsit!” Akupun bergegas untuk mencari tanaman yang menumbuhkan mangsit. Tak lama kemudian akupun menemukannya. Hal itu tak mengherankan karena aku sudah hafal seluk-beluk kebun Mr. Poch. Dengan segera akupun menuliskan surat untuk Mr. Poch. Walaupun dengan tulisan yang amburadul, aku yakin Mr. Poch dapat membacanya.

“Saat aku pulang dari menjajakan buahmu kudapati kau tidak berada di rumahmu. Oleh karena itu aku harus menuliskan surat ini untukmu, aku harap kau dapat membacanya. Maaf karena tulisanku yang kurang rapi, separuh uang dari pejualan buahmu ada didalam surat ini, seperti katamu, aku mendapat separuh. Oh, ya ada sekelompok orang yang ingin memborong buahmu, aku harap kau menyiapkannya besok. Semoga kau baik-baik saja.”

Mungkin kau akan berfikir, tidaklah mungkin hanya dengan beberapa mangsit aku dapat menulis surat sepanjang itu. Dan seharusnya, hanya beberapa kata saja yang kutulis, tapi aku bukanlah seseorang yang dapat menyampaikan sesuatu dengan tulisan yang singkat. Melainkan seseorang  yang menyampaikan sesuatu dengan tulisan yang jelas meski harus dengan kalimat yang panjang. Seperti yang akan kau temui di tulisanku ini. Seperti yang tertulis disuratku, aku menempatkan bagian Mr. Poch didalam suratku. Lalu meletakannya didepan pintu rumah Mr. Poch dan menempatkan batu diatasnya agar surat tersebut tidak melayang terbawa angin.

Ada beberapa peristiwa janggal yang kualami saat menjajakan buah hari itu. Mulai dari sedikitnya pembeli yang kutemui, seorang pembeli aneh bernama John Kyle yang mengenakan setelan jas hangat, padahal hari itu, cuaca sangatlah panas. Perkataan John Kyle tentang gosip mengenai diriku, padahal aku tahu bahwa hanya beberapa orang yang mengenalku dan peduli padaku. Cuaca yang panas dan tiba-tiba saja muncul mendung di langit juga Mr. Poch yang kudapati tidak berada di rumahnya.

Dengan segera aku pergi kerumah Mrs. Shady, tapi tak sesemangat saat sebelumnya. Aku berjalan dengan begitu pelannya, menikmati saat-saat yang kumiliki sebelum akhirnya separuh hariku akan kuhabiskan di sebuah keluarga yang sangat membosankan. Setelah satu jam lamanya akhirnya aku melihat rumah besar dengan warna hijau sebagai cat dindingnya. Di samping rumah itu terdapat kebun bunga yang selalu saja dikotori agar aku membersihkannya. Dan didepan rumah itu terdapat sebuah kursi, dan disanalah Mrs. Shady dan kedua anaknya duduk menunggu kehadiranku.

“Lihat! Akhirnya Danny datang.” kata Friska pada ibunya. Dia memberiku senyuman andalannya yang membuatku benar-benar bosan. Dan disebelahnya seorang gadis berumur 13 tahun hanya menunduk mendengar saudaranya berteriak-teriak. Setelah aku sampai dirumahnya, gadis itu langsung berdiri dan memasuki rumahnya.

“Duduklah Danny, kau pasti lelah berjalan dari rumah Mr. Poch kemari.” Mrs. Shady menawariku duduk. “Lebih baik aku lelah karena berjalan untuk menghambat waktuku menuju rumahmu, dari pada mengayuh sepeda dan menghabiskan waktu lebih cepat untuk menuju rumahmu yang penuh dengan hal-hal yang membosankan.” kataku dalam hati, aku ingin mengungkapkannya, tapi tak ada keberanian sedikitpun yang kumiliki.

Segera saja seorang gadis yang berumur 13 tahun keluar sembari memegang nampan berisi minuman untukku. Aku tak bisa mendeskripsikannya dengan jelas. Dia hampir tak pernah mengajakku berbicara, dan selalu saja menghindari tatapanku. Gadis bernama Vleriza. Seseorang yang misterius.

Friska merampas minuman yang dibawa Vleriza dan menyodorkannya padaku. “Kenapa kau membuatkannya? Satu-satunya orang yang berhak membuatkan minuman pada Danny hanyalah aku!” katanya membentak adiknya. “Kau tidak berhak melakukannya!”

“Kau bahkan tidak pernah membuatkan Danny minuman. Kau selalu saja berkata bahwa kau membuatkannya teh, tapi tetap saja kau menyuruhku untuk membuatnya.” kata Vleriza sembari menatap tajam Friska. “Dan sekarang apa aku salah membuatkan minuman untuk Danny sebelum kau menyuruhku?”

“Kau menantangku? Aku ini kakakmu kau tidak berhak menantangku!” kata Friska geram, dan terlihat sangat menakutkan bagiku. Dia merampas minuman yang baru saja ingin aku minum, dan tanpa kusadari dia menyiramkan minuman tersebut kemuka Vleriza.

“Hei, Apakah Ibumu tak pernah mengajarimu sopan santun?” tiba-tiba saja kata-kata itu terlontar dari mulutku, walaupun aku tak mengatakannya dengan nada tinggi, aku yakin mereka sudah tahu ap yang kumaksudkan. Aku tak menyadari apa yang kukatakan sebelum akhirnya Mrs. Shady menjawab pertanyaanku.

“Tentu saja aku mengajari mereka.” katanya halus. Lemah lembut memanglah ciri khasnya, dan ia juga menurunkannya pada salah satu anaknya.

“Maafkan aku,” kataku menatap Mrs. Shady dengan rasa bersalah. “Tak apa, kau benar. Kalian lebih baik masuk!” katanya pada kedua anaknya. “Sudahlah, tak perlu kau memikirkan mereka, lebih baik sekarang kau pergi kekebun. Aku akan menyuruh Lisa untuk membuatkanmu teh."

Sembari membersihkan kebun, aku mendengar suara tangisan yang ditahan dari seorang gadis. Suara tersebut bersal dari kamar di lantai atas yang memang berada disamping kebun. Aku mencoba untuk mengintip melalui jendela, tapi panggilan seseorang membuatku terhenti.

to be continued 

The World I Want To Be There ~ Chapter 3

Gelap! Tidak hanya itu, lebih buruk lagi, aku tidak lagi medengar apapun. Bahkan aku tidak tahu apa sebenarnya aku sudah mati atau belum. Aku tidak melihat apapun. Aku tidak mendengar apapun. Aku tidak merasakan apapun. Aku tidak mecium bau apapun. Lidahkupun begitu. "Aku sudah mati!" tentu saja itu yang kupikirkan. Tapi, hatiku berkata bahwa, "Aku belum mati! Aku..., aku masih hidup!" Ini membingungkan, tapi satu hal, "Mengapa aku masih bisa berpikir? Bukankah mati berarti semua organ tidak lagi berfungsi? Mungkinkah seperti ini rasanya mati?"

Suasana ini, telah berlangsung, berapa lama? Entahlah. Bisakah ini disebut suasana? Tidak, aku tidak tahu. Semuanya terus seperti ini. Sudah berapa lama? Entahlah. Tidak ada yang berubah. Kapan berakhir? Entahlah. Tidak ada hal lain lagi yang harus disampaikan. Entah kapan berakhir, aku tidak tahu.

Suara roda terdengar, seperti bergesekan dengan sesuatu. Setelah sekian lama, walau aku tidak tahu berapa lama, aku bisa merasakan dan mendengarkan detak jantungku. Ini aneh. Lebih aneh lagi, aku mulai merasakan inderaku, terutama pendengaranku. Walaupun tidak begitu jelas aku mendengarkan sesuatu. Suara mesin yang menderu, suara roda yang berjalan. Aku tidak yakin. Tapi, saat ini aku mungkin menaiki suatu kendaraan. Aku mencoba membuka mataku, "Apa ini?" pikirku. Tidak ada apapun, hanya putih. "Kau sudah sadar? Jangan terlalu memaksakan dirimu! Tenang saja, dalam beberapa jam semua akan kembali seperti semula." sebuah suara terdengar.

Pandanganku mulai kembali. Walau masih begitu buram, dan bola mataku belum bisa kugerakkan, aku melihat seorang gadis dengan rambut diikat ekor kuda. "Maaf ya, tapi, aku hanya bisa mengantarmu sejauh ini." katanya. Rupanya ia pemilik suara yang barusan. Suara mesin berhenti berbunyi, "Bruk!" dia mendorongku hingga terjatuh. Suara mesin kembali berbunyi, dan perlahan menjauh. Kemudian, aku kehilangan kesadaranku lagi.

Aku membuka mataku. Langit biru tepat diatasku, dikelilingi dedaunan tumbuhan hijau. Aku bisa menggerakkan bola mataku, tanganku juga mulai bisa kugerakkan, perlahan tapi pasti. Udara sejuk menghampiriku berkali-kali. Suara angin berhembus ditelingaku.

"Jadi, ini akhirat?" tanyaku pada diriku sendiri. "Tapi, bukankah ini seperti hutan biasa?"

Aku memandangi sekeliling, juga keadaanku sekarang. Entah kenapa saat ini aku memakai baju aneh, ya seperti cosplay yang dikenakan gadis waktu itu. Mengingat itu, sekali lagi benakku bertanya, "Mungkinkah ini akhirat?" Di sampingku terletak ransel mencurigakan. Aku membukanya, di dalamnya terletak bola-bola kecil seukuran kelereng, sangat keras tapi ringan. Ada 3 macam warna, merah, biru dan kuning. Masing-masing berjumlah 5 buah. Benda yang paling masuk akal kutemukan. Sebuah buku bersampul warna biru, sangat tebal. Aku mencoba untuk membukanya, tapi, aku tidak bisa.

"Kau siapa?" sebuah suara terdengar. Aku menengok kearah suara tersebut berasal. Anehnya yang kulihat..., aku tidak melihat apapun. "Kau mencariku? Mana mungkin ya, kau kan Zopf biasa. Mana mungkin kau mendengar suaraku. Tapi aneh kenapa kau di Hutan Anfänger?" suaranya terdengar lagi. Sangat dekat, sepertinya didekat pundakku. Bagaimana dia bisa bergerak secepat itu? Tidak ada waktu untuk memikirkan hal itu. Yang perlu kulakukan sekarang adalah menengok. Kau tahu apa yang kulihat? Makhluk aneh, terbang tidak seperti burung, dan dia berbicara layaknya manusia. "Apalagi kalau bukan monster?" suaranya terdengar lagi. Tidak ada waktu untuk berteriak, aku menutup mataku. Berharap semuanya hanya mimpi.

"Tentu saja semua keanehan ini hanya mimpi! Setelah semua yang kualami, aku masih perlu waktu untuk mencerna semuanya!" pikirku. Aku berusaha meyakinkan diriku sendiri dan berusaha untuk tetap tenang. Itulah pelajaran pertama yang kudapat dari ayahku. "Memangnya apa yang kau alami?" suara itu lagi. "Ini urusanku sendiri, aku tidak perlu menjawabnya, aku hanya perlu berpura-pura tidak mendengarnya." batinku menjawabnya.

"Kau aneh! Kau berusaha untuk mengabaikanku, tapi yang terjadi justru sebaliknya!"

"Apa yang dia maksud? Ya, kuakui aku berusaha mengabaikannya. Tunggu..., kenapa dia tahu itu?"

"Tentu saja aku tahu, aku mendengarnya! Dengan sangat jelas!"

"Mendengarnya? Tunggu? Tapi aku tidak mengatakan apapun! Semua ini hanya kata batinku, mulutku tidak pernah mengatakan apapun!"

"Kami para Geist, hanya bisa berkomunikasi dengan Zopf ketika sudah melakukan kontrak. Lebih tepatnya Zopf tidak mengerti ucapan kami, sedangkan kami mengerti ucapan mereka. Tapi kenapa kita bisa berkomunikasi?"

Percakapan singkat kulakukan dengan monster itu. Walaupun tidak bisa disebut dengan percakapan. Seperti yang kuutarakan tadi, aku tidak mengatakan apapun, melainkan hanya dengan ucapanku dalam hati saja. Situasinya semakin membingungkan, pilihan satu-satunya yaitu mencari informasi dari dia. "Aku juga tidak tahu!" kataku. Aku akhirnya membuka mulutku untuk berbicara. Begitu juga dengan mataku, mungkin inilah kenyataan yang harus kuhadapi sekarang. "Mungkin kau tahu sesuatu, kau bisa memberitahuku?"

Aku memberanikan diriku untuk menatapnya. Dia menyebut dirinya Geist, mungkin aku harus menghilangkan kata monster disini. "Nah, bisa kau beritahu segalanya tentang Geist, Zopf, ransel ini, dan dunia ini? Dan kau harus tahu aku ini, manusia! 'MA-NU-SI-A!'" jelasku padanya. "Akan aku jelaskan padamu yang kutahu. Apa itu Geist? Geist ya, seperti aku ini, kami adalah makhluk yang membantu Zopf. Seperti "Familiars" yang membantu majikannya seorang "Penyihir". Perbedaannya, Geist lebih kuat." katanya.

Familiars? Penyihir? Darimana dia tahu hal seperti itu? Mungkinkah? "Apa di dunia ini juga ada penyihir? Kurcaci? Elf?" tanyaku lagi. "Tidak, aku mendengar dongengnya dari ibuku." jawabnya sambil tertawa kecil. "Informasi yang lain tanyakan saja pada ibuku."

"Baiklah ayo temui ibumu!" kataku. Semangatku mulai muncul, mungkin ibunya punya banyak informasi, sebagai kaum tua.

Nothing Changes

Bagaimana bisa aku menyukainya? Setelah 3 tahun berpisah, dia tiba-tiba menyapaku. “Ayo pulang bersama!” Sapanya padaku. Awal pertemuan yang tak pernah kuduga akan terjadi, suaranya membuatku terbangun dari lamunanku. Saat aku melihat wajahnya, aku spontan menjawab. “Kau kembali kemari? Kenapa?”
“Lama tidak bertemu ya. Syukurlah kau masih mengingatku, kukira kau akan melupakanku.” Katanya sambil tersenyum. “Kota itu seperti kota mati bagiku, entah kenapa aku berpikir aku tak nyaman berada disana. Jadi aku kembali kemari. Dan aku ingin bertemu denganmu. Aku tinggal di rumahku dulu, jadi ayo pulang bersama seperti dulu lagi. Reztia Graind.” Dia mengulurkan tangannya padaku. Aku pun membalasnya, “Ya, Daniel Barclay.”
Hari itu tak mungkin bisa kulupakan, hari penerimaan murid baru, hari pertamaku di sekolah ini. Hari dimana dia menyapaku lagi untuk pertama kali. Hari dimana kata-kata yang ia ucapkan secara otomatis selalu kuingat. Kata-kata yang membuka hatiku padanya, “…aku ingin bertemu denganmu. …,ayo pulang bersama seperti dulu lagi. Reztia Graind.”
Sekarang satu semester telah berlalu, aku tidak bisa menyangkalnya lagi, aku memang menyukainya. Aku tak punya keberanian untuk mengatakannya, aku juga tak tahu sebenarnya bagaimana perasaannya terhadapku. Saat aku tak bersamanya, aku serasa ingin segera bertemu, tapi saat dimana kami berdua, kami hanya seperti teman biasa, tak pernah lebih. Dan hal itu terjadi sejak hari itu, hubunganku tak berkembang 1 cm pun. Dengan egois aku pernah berpikir, untuk terus menunggu tanpa mengungkapkan apapun.
Hari ini, hari Senin, aku menganggapnya sebagai awal dari suatu pekan, jadi hari ini akan menjadi pembuka yang mengawali akankah pada pekan ini sesuatu akan berubah. Aku tak pernah berangkat ke sekolah bersamanya, aku sering berangkat terlambat, mungkin karena dia tak ingin terlambat jika bersama-sama denganku.
“Hei, kau masih belum mengatakannya pada Dani?” Tanya teman sebangkuku. Dia temanku sejak SMP, namanya Sayu. Aku tak begitu mengenalnya dengan baik. Dia sangat baik padaku, dan satu-satunya temanku di kelas ini selain orang itu. Hari ini hari yang cerah tapi dia tiba-tiba menanyakan hal seperti itu, mungkinkah dia tahu sesuatu? “Kupikir dia mungkin juga menyukaimu, bukannyya kalian sudah berteman sejak dulu? Sikapnya padamu juga berbeda. Menurutku kau spesial baginya.”
“Aku…, apa maksudmu? Lagipula tidak mungkin aku spesial. Aku hanya sebatas teman biasa baginya.” Jawabku. Mungkin itu jawaban yang tepat, sampai sekarang aku tidak tahu bagaimana perasaan orang itu padaku. Karena itulah melakukan sesuatu mungkin bisa membuatnya membenciku.
“Hmmm…, hari Minggu besok, bukannya hari ulang tahunmu?” Tanya Sayu. Untunglah, dia mengalihkan pembicaraan. “Ya, hari Minggu besok memang hari ulang tahunku.” Jawabku tanpa ragu. “Aku penasaran, akankah Dani memberimu sesuatu…” Kata Sayu. Setelah aku berpikir, aku ingat akan sesuatu. “Hal itu tidak mungkin, dia akan sibuk dengan hari ulang tahunnya sendiri,  saat berulang tahun seseorang pasti akan berpikir tentang dirinya sendiri.” Aku ingat, dulu aku sering merayakan hari ulang tahunku bersama dengannya, saat itu aku masih kecil.
“Hari ulang tahunnya? Kapan?”
“Aku belum pernah bilang padamu ya? Ulang tahunnya besok hari Minggu.”
“Apa? Kau belum pernah menceritakannya padaku! Hari Minggu?”
“Ya, hari Minggu.”
“Tunggu, berarti hari lahir kalian sama? Pada tahun yang sama?”
“Ya, dari dulu kami sering merayakannya bersama-sama.”
“Bagaimana dengan sekarang?”
“Mungkin tidak, semenjak SMP aku tidak merayakan hari ulang tahunku.”
Suasana kembali seperti semula, aku tidak tahu kenapa Sayu begitu heran. Bell panjang berbunyi menandakan sekolah hari ini telah usai. Tanpa sepatah kata apapun, ini seperti telah menjadi kebiasan bagi kami. Begitulah kami pulang bersama. Dia tidak mengatakan apapun, aku tidak juga menemukan topic pembicaraan. Yang terpikirkan olehku sekarang hanyalah tentang hari ulang tahun. Akan tetapi, bagaimanapun juga, aku tidak ingin berbicara tentang hal itu sekarang.
“Hei, Bagaimana menurutmu tentang berpenghasilan sendiri?” Perkataannya memecah keheningan yang ada. “Itu hal yang membanggakan, ketika kita bisa mendapatkan sesuatu dengan jerih payah kita sendiri, tapi bagaimanapun juga, kita masih pelajar, jadi mungkin penghasilan yang bisa kita dapat tidak begitu banyak.” Aku mengutarakan pendapatku, mungkin terlalu mendetail. Perjalanan panjang terasa sangat cepat, hal itu disebabkan waktu yang tidak terasa telah berlalu sembari kami bersenda gurau.
Hei, akhir-akhir ini apa yang paling kau inginkan?” Isi pesan dari Sayu. Kami sering berkirim pesan untuk bercakap-cakap. Setelah berpikir sejanak aku membalasnya, “Aku tidak begitu menginginkan sesuatu sekarang. Karena sekarang musim dingin mungkin sebuah syal yang bisa menghangatkanku.
Hari berganti, sekarang hari Selasa. “Reztia, ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan. Lihat ini!” Sayu mengarahkan layar ponselnya padaku, dan disana kulihat sebuah pesan. “Yang paling kuinginkan sekarang yaitu makanan yang enak!” Kontak nama pengirim tidak terlihat, maka dari itu aku menanyakannya, “Siapa?” “Tentu saja Dani!” Jawab Sayu. “Seingatku kau tidak pandai memasak, jadi aku akan membantumu.”
Sepulang sekolah Sayu berencana membawaku ke rumahnya. Di luar gerbang kami bertemu orang itu. “Maaf ya, Dani. Hari ini kau tidak bisa pulang bersama Reztia. Reztia akan pergi ke rumahku, kami ada urusan.” “Benarkah begitu Reztia?” “Ya.” Jawabku dengan senyuman.
Hari ini pertama kalinya aku mengunjungi rumah Sayu, rumahnya sederhana dan tidak begitu besar. Kami membeli beberapa bahan untuk memasak terlebih dahulu. Setelah itu, Sayu mengajariku memasak. Dia tinggal bersama kakak laki-lakinya. “Kalau kau tidak segera menyatakan perasaanmu, aku khawatir kalau ada sesorang yang melakukannya. Bagaimana jika orang itu aku?” Aku tidak bisa menjawab pertanyaanya.
Sayu dan kakaknya mengantarku pulang dengan mobil. “Bisakah kau berhenti di depan sekolah?” Tanyaku pada kakaknya Sayu. “Jalan raya di samping rumahku sedang di renovasi.” “Baiklah!” Dengan begitu kami berhenti di depan sekolah. “Hati-hati ya!”
Di kelas aku tak banyak berbicara dengan orang lain, selain dia dan Sayu. Hari ini Sayu tidak berangkat. Sayu mengirimiku pesan, “Maaf, tiba-tiba penyakitku kambuh, hari ini aku tidak bisa mengajarimu memasak, sebagai gantinya aku merekomendasikan bimbingan memasak milik pamanku di dekat rumahku. Tentang biayanya atas namakan saja dengan namaku. Kau bisa mendaftar hari ini.”
Aku mendaftar ke bimbingan tersebut sepulang sekolah sesuai dengan perkataan Sayu, aku mengatasnamakan diriku dengan namanya. Aku mendaftar paket cepat, dimana aku hanya masuk 3 kali saja. Hari ini juga aku memulainya. Disana aku bertemu dengan sesorang yang familiar diingatanku. Dia satu kelas denganku, tapi aku tidak tahu namanya. Hari berakhir, satu yang kusayangkan, aku tidak bisa pulang bersama dia 2 hari terakhir ini.
Sayu belum juga sembuh, aku mungkin akan duduk sendiri lagi. Tiba-tiba seseorang duduk disampingku. “Hei, namaku Kent. Aku seniormu di bimbingan, setidaknya kau harus mengenalku. Kau, Reztia?” DIa mengulurkan tangannya padaku. Dia satu kelas denganku, tidak mengherankan jika dia tahu aku bukan Sayu. “Ya, namaku Reztia.” Jawabku sambil menjabat tangannya. DIa mengajakku seperti teman pada umumnya. Ia mengajariku hal-hal tentang memasak.
Sekilas aku melihat Daniel Barclay menengok kearahku. Dia tidak mengajakku berbicara hari ini. Aku menunggunya di depan gerbang, setelah beberapa saat dia tidak juga datang. Sesekali aku melihat ponselku barangkali dia mengirim pesan. Kenyataannya, tidak ada satupun pesan masuk. Tidak mengherankan dia tidak memberitahuku apapun, layaknya aku kemarin. Mungkin dia marah padaku. Pada akhirnyapun aku tidak kembali ke rumah, aku memustukan untuk langsung menuju ke bimbingan.
Tempat bimbingan ini berada tepat di  depan rumah Sayu, dan ruangan tempatku dibimbing berada di lantai dua. Hal ini memungkinkanku melihat keadaan rumah Sayu. Sepanjang hari ini, aku tidak melihat batang hidung Sayu, apakah penyakitnya begitu parah? Pandanganku teralihkan sejenak, naluriku berkata untuk menengok ke rumah Sayu. Ketika aku menengok, aku melihat Daniel Barclay keluar dari rumah Sayu. Jauh di  dalam hatiku terasa sakit, entah kenapa. Ketika bimbingan telah usai Kent mengantarku pulang. “Aku akan mengantarmu, sangat berbahaya bagimu pulang sendiri, sekarang sudah malam.” Kent mengaku dia belajar bela diri dan bisa melindungiku.
Aku berangkat sekolah dan duduk di tempat biasa. Kent lagi-lagi duduk disebelahku. Sebenarnya itu bukan masalah, tapi akan menjadi masalah karena Sayu berangkat hari ini. Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan pada Sayu, terlebih lagi hal yang kulihat kemarin. Setelah melihat ke arahku, dia menghampiri Daniel Barclay. Kenapa? Ini membingungkan, dan beberapa saat rasa cemburu merasukiku. Sangat menyayangkan, perasaanku seperti bercampur aduk saat melihat Sayu, ketika akhirnya dia duduk sebangku dengan orang itu.
Sepulang sekolah, aku berangkat ke bimbingan. Karena bahan-bahan persediaan di bimbingan lebih menipis dari sebelumnya, pembimbing menyuruh anggota untuk berbelanja. Aku dan Kent memutuskan untuk melakukannya. Dia bersikap berbeda hari ini, sedikit terasa menakutkan. “Orang-orang yang selalu didekatmu, aku tidak menyukainya. Bukankah mereka sedikit menekanmu? Kau tidak punya teman lain selain aku dan mereka bukan? Dengan berteman denganku kau sudah membuat beberapa kemajuan.” Kata Kent. Kata-katanya menyinggung perasaanku, walaupun aku tidak begitu dekat dengan Sayu.
Kent berjalan di depanku, aku tidak begitu tahu jalan disekitar sini, yang bisa kulakukan hana mengikutinya. Tiba-tiba dia memilih berjalan melewati gang kecil, gang ini hanya bisa dilewati tiga orang seukuranku. Suasana sangat hening, tidak begitu banyak suara kendaraan yang terdengar. Kent tiba-tiba berhenti berjalan, “Reztia, aku sudah lama memperhatikanmu, tapi kau tidak pernah melihat kearahku, dan akhir-akhir ini kita bisa dekat. Maka dari itu kupikir hari ini aku akan mengatakannya.” Kata Kent dengan tiba-tiba ia menghadap kearahku.
“Maukah kau menjadi pacarku?” Kata itu terucap dari Kent, kenapa dia mengatakannya? Aku tidak pernah berpikir hal seperti itu tentangnya, dan lagi, aku baru mengenalnya tiga hari ini. Dia tidak bisa menjadi pacarku, itu tak mungkin. Bagaimana aku harus menolaknya?
Dentuman suara keras terdengar, terjadi dengan sangat cepat. Seakan semua suara hilang. Beberapa saat, pikiranku kosong, kemudian aku menyadari, Kent terbanting, ia dipukul seseorang. Melihat keadaan Kent aku menengok kearah berlawanan, disana, aku melihat Daniel Barclay, masih dengan genggaman tangannya.
“Apa yang kau lakukan?” Desahku, aku tidak bisa berteriak.
“Tidak akan kubiarkan kau mempermainkan Reztia!” Dia tidak menjawab pertanyaanku, dia meneriaki Kent.
“Kau bahkan bukan pacarnya! Kenapa kau melarangku? Ha?” Kent membalas teriakannya dengan nada mengejek.
Dia tidak menjawab pertanyaan Kent. Terlihat tatapan mereka berdua layaknya binatang buas yang sedang memerebutkan mangsanya. Tiba-tiba terlintas dipikiranku, Kent belajar bela diri, sedangkan orang itu, dia setahuku tidak begitu handal dalam hal itu. Mungkin dia akan kalah dihabisi Kent.
Kent memukul dia lagi, anehnya, dia bisa membalas pukulan Kent. Mereka berdua jatuh pingsan di hadapanku. Semua itu terjadi begitu cepat, segera mungkin beberapa orang datang setelah aku berteriak, “Tolong berhenti!” Aku meneriakkannya tepat sebelum mereka memberikan pukulan terakhir. Ambulans datang membawa mereka ke rumah sakit. Orang tua Daniel Barclay mengantarku pulang.
Keesokan harinya, mereka berdua tidak berangkat ke sekolah. Aku duduk di samping Sayu. “Maafkan aku! Kemarin, aku menjauhimu.” Kataku padanya. “Jangan dipikirkan, seharusnya aku yang meminta maaf, kalau aku lebih cepat memeringatkanmu tentang Kent. Mungkin kau tidak akan mengalaminya.” Ucap Sayu menjawab pertanyaanku. “Kau tahu? Dia mantan pacarku, tapi setelah aku mendengar cerita kakakku, aku memutusnya. Menurut kakakku, Kent itu laki-laki brengsek, dia suka mempermainkan perasaan wanita yang ia jadikan pacarnya. Aku bahkan harus mengajak kakakku saat memutusnya. Satu-satunya orang yang ia takuti hanya kakakku, seniornya di perguruan.” Dia menjelaskan banyak hal tentang Kent.
“Apa dia begitu kuat?” Tanyaku heran. “Ya, tidak banyak orang di perguruan yang bisa menandinginya.” Jawabnya. “Tapi, kemarin orang itu bisa memukul Kent hingga pingsan saat pukulan keduanya. Yang kutahu, orang itu tidak pandai berkelahi.” Setelah tersenyum Sayu menjawab, “Mungkin, kekuatan ‘Cinta’.” Jawabannya sangat menyebalkan.
“Ada sesuatu yang ingin kutanyakan, hari Kamis kemarin, apakah ada seseorang yang menjengukmu?” Tanyaku padanya, aku ingin memastikan semuanya.“Umm, tidak ada.” Jawab Sayu. “Yang kuingat kakakku membukakan pintu untuk seseorang, tapi bukan untuk menjengukku, tapi umm…, mengantarkan bubur.”
Hari berganti, aku memandangi tumpukan kado, dari ibu, ayah, paman, nenek dan banyak lagi, tapi ada satu diantaranya, terbungkus kertas hitam. Masakan yang kubuat untuknya, haruskah aku memberikannya?
Ponselku bordering, terlihat disana, sebuah pesan.”Bisakah kita bertemu? Ada yang ingin kubicarakan padamu. Berhubung ini hari ulang tahun kita, kuharap kita bisa bertemu.” Pesan ini membuat hatiku bergetar, setiap kata yang tertulis terasa sangat berarti untukku. Fakta bahwa disana tertulis, dia mengingat hari ulang tahunku dan dia ingin bertemu denganku. Hanya jawaban singkat yang kutulis, “Ya.”
Suhunya sangat rendah, aku mengenakan jaket tebal. Walau begitu, masih saja terasa sangat dingin. Aku pergi menuju tempat pertemuan, meskipun rumah kita berdampingan, dia tidak mengajak untuk bertemu di halaman saja. Kami bertemu di taman, musim dingin sudah datang, tidak banyak orang yang datang ke taman.
Aku melihatnya terduduk di kursi taman, mengenakan jaket woll tebal berwarna biru terang beserta topi penghangat yang berwarna kuning, dan celana hitam. Benar-benar perpaduan yang buruk. Meskipun begitu, setelan itu cocok untuknya. Terlihat memar di pipinya.
“Apa masih begitu sakit?”
“Iya, pukulannya sangat keras.”
“Maafkan aku, seharusnya aku menghentikan Kent.”
“Tidak apa, dengan begini aku tidak harus berangkat kemarin.”
Aku duduk disampingnya, kami berbincang-bincang dengan suara sangat lirih. Begitu dinginnya, membuat kami mengeluarkan asap saat berbicara. Dia tidak membawa bungkusan apapun. Maka dari itu aku memberikan kado yang kubuat padanya, “Ini untukmu, jangan membaliknya, menjatuhkannya, memegangnya dengan satu tangan, mengapitnya dan hal lain yang bisa merubah posisinya! Kau harus memegangnya dengan kedua tanganmu didepan tubuhmu!”
“Memangnya, apa isinya?” Tanyanya padaku. “Kau tidak boleh membukanya sekarang dan aku tidak akan memberitahumu.” Jawabku. “Kenapa kau memberiku hadiah?” Dia bertanya lagi. “Memangnya kenapa? Kita kan teman!” Aku menjawabnya tanpa berpikir, aku sangat bodoh! Kenapa aku berkata hal semacam itu? “Kalau begitu ini. Karena kita teman!”
Dia mengeluarkan sesuatu dari dalam jaketnya, sebuah syal. Dia memakaikannya padaku, sebuah syal berwarna merah. Aku senang mendapat syal darinya, tapi hal yang dikatakannya, bahwa kita hanya “teman” membuat hatiku sedikit kecewa. Walaupun aku juga menyebutkannya begitu, tapi, aku tidak bermaksud mengatakannya.
“Kenapa kau tidak pernah memanggil namaku? Selama satu semester ini, semenjak aku kembali lagi kemari, kau tidak pernah memanggilku lagi seperti dulu. Dalam essay yang kau buat kemarinpun kau menyebutku dengan nama lengkapku.” Dia menanyakan sesuatu yang bahkan tidak pernah terpikir olehku, mendengar pertanyaannya itu membuatku sadar, aku tak pernah memanggil namanya. Jika aku harus menyebut namanya, aku  cenderung menggunakan nama lengkapnya. “Semua orang memanggilmu Dani, aku tidak begitu suka nama panggilan itu. Aku lebih menyukai nama panggilanmu dulu, Daniel. Karena tidak ada orang yang memaggilmu seperti itu, jadi kupikir lebih baik tidak memanggilmu.” Aku mengatakan yang sebenarnya, itulah yang kupikirkan.

“Kalau begitu panggil saja Daniel, orang tuaku juga memanggilku seperti itu. Tidak aka nada orang yang berpikiran aneh tentang itu. Karena kita berteman.” Perkataannya berakhir, diiringi turunnya salju. Semua salahku, kalau aku tidak mengatakannya, dia mungkin tidak akan berpikiran seperti itu, tapi mungkinkah dia memang bermaksud begitu? Seharusnya aku mengatakan yang sesungguhnya, tapi mungkin tidak sekarang. Begitulah minggu ini berakhir, tak ada perkembangan apapun diantara kami. Aku menjawabnya dengan senyuman, dan kemudian kami pulang kerumah. Tanpa kusadari aku telah memanggilnya seperti dulu. “Daniel!”

The World I Want To Be There ~ Chapter 2

Rasa sakit menjalar diseluruh tubuhku, keseimbanganku telah hilang membuatku terkapar ditengah jalan. Tusukannya yang bertubi-tubi membuat darahku berceceran tidak beraturan, beberapa keluar dari luka tusukannya, beberapa keluar dari mulutku. Gadis itu sudah tidak terlihat lagi dari pandanganku, aku tidak lagi punya tenaga untuk menolehkan kepalaku. Yang bisa kulakukan hanyalah berpikir dan yang ada dalam pikiranku hanyalah, "Apakah aku akan mati sekarang?" Ini pertama kalinya aku memikirkan hal yang sama dalam satu waktu, kalimat itu terus terngiang dalam pikiranku. Aku berharap ini tidak nyata. Ini hanyalah mimpi. Dan sekarang aku sedang duduk di kelas memimpikannya. Tapi rasa sakit menyadarkanku akan kenyataan ini, kenyataan bahwa seorang gadis telah membunuhku. Kenyataan bahwa sekarang aku terkapar di tengah jalan, menunggu ajalku datang. Aku tidak punya harapan lagi. Tapi kenapa waktu seperti berjalan begitu lama, kenapa aku tidak segera mati saja? 

Tiba-tiba sebuah suara terdengar, seperti suara mobil ambulan. Mungkin ini hanya imajinasiku. Tidak mungkin ada orang yang tahu apa yang terjadi disini, tidak akan ada seorangpun yang melewati jembatan ini sebelum senja. Apalagi jembatan ini jauh dari jalan raya dan pemukiman penduduk. Atau mungkinkah aku sudah terkapar disini berjam-jam? Kalau begitu harusnya aku sudah mati. Suara ambulan mulai mendekat diiringi suara gesekan yang menandakan mobil itu berhenti dngan tergesa-gesa. Berarti seseorang menelepon ambulan untuk datang kemari. Tapi siapa? Aku tidak perlu memikirkannya, aku akan segera mati. Tidak mungkin ada kesempatan untukku hidup dengan luka-luka ini, darahku sudah banyak terbuang. Oleh karena itu walaupun aku tahu, aku tidak akan bisa berterimakasih padanya.

Orang-orang itu mengatakan sesuatu, tapi aku tidak bisa mendengarnya, mereka meengatakannya bersamaan dan terdengar begitu panik. Aku merasa mereka mengangkatku dan ..., aku tidak sadarkan diri.

Rasa sakit membangunkanku, padanganku semakin buram. Seseorang memanggilku, "Kakak, kau tidak apa? Apa yang terjadi? Kakak! Jangan tinggalkan aku! Aku tidak membenci Kakak! Aku menyayangi Kakak! Kakak!" Walau tidak begitu melihat wajahnya, dia adalah adikku, satu-satunya orang yang memanggilku kakak. Air matanya menjatuhi tanganku. Dilain sisi seseorang juga menangis, tapi aku tidak tahu siapa dia, dia tidak mengucapkan sepatah kata apapun. Tapi mengetahui itu juga tidak akan mengubah apapun. Siapapun dia, aku akan tetap mati.

Rasa sakit mulai hilang dari tubuhku. Kehadiran mereka sudah tidak terlihat lagi. pandanganku mulai bertambah buram. Suara gesekan terdengar, mungkin kereta dorong yang membawaku telah berhenti di ruang ICU. Para dokter mulai melakukan sesuatu terhadapku. Aku benar-benar tidak bisa merasakan apapun, bahkan detak jantungku sendiripun aku tidak bisa merasakannya.

"Sudah terlambat! Tidak ada lagi harapan untuk anak ini."

"Ini sudah wajar, tidak akan ada seorangpun yang bisa hidup dengan luka seperti ini, dia terlalu banyak kehilangan darah."

"Ya ampun, orang itu harusnya juga tahu anak ini akan tetap mati, kenapa dia harus menelepon?"

"Kalau massa lebih dulu datang akan tersebar rumor yang tidak-tidak, dia tahu itu makanya dia menelepon."

"Aku harap dia tidak menyebarkan rumor itu sendiri."

Inderaku mulai tak berfungsi, suara mereka terdengar begitu pelan, aku bahkan tidak tahu berapa orang yang berbincang-bincang. Aku tidak bisa merasakan ataupun menggerakkan tubuhku, bahkan bola mataku tidak bisa bergerak. Tapi aku masih bisa melihat walaupun semakin lemah. Aku melihat salah satu tangan dokter berada diatas mataku dan akhirnya yang kulihat hanyalah kegelapan. 

Terdengar suara kereta dorong ini digerakkan dalam suasana yang begitu sunyi. Sepertinya aku dipindahkan keruangan lain. Aku berani bertaruh. aku dipindahkan kekamar mayat, itu satu-satunya kemungkinan yang ada. Ya mungkin aku sudah mati dan menjadi mayat, tapi dengan begini aku tidak perlu merasakan sakit lagi.

The World I Want To Be There ~ Chapter 1

"Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kau tidak pernah mengerti apa yang diajarkan gurumu?" bentaknya padaku, aku tahu pasti dia akan melakukan ini. Bukannya aku tida mengerti, aku hanya tidak peduli apa yang mereka katakan, jadi aku tidak mengingatnya. Tapi aku tidak bisa menjawabnya seperti itu, dia akan semakin marah. "Kenapa nilaimu tidak pernah lebih dari dua? Kalau kau bisa mendapat setidaknya empat atau lima aku bisa menaikkanya. Hei! Apa kau mendengarkanku?" lanjutnya lagi.

Pikiranku selalu kabur, aku tidak pernah bisa berkonsentrasi, aku selalu merasa mungkinkah aku mengidap suatu penyakit, suatu penyakit mental atau sebagainya. Aku merasa tempatku mungkin bukan disini.

"Hei, apa kau mendengarku?" dia mengulangi pertanyaan yang sama. Aku mendengarkannya, hanya saja aku tak peduli, pikiranku melayang-layang.

"Sudahlah berikan surat ini pada ayahmu, kalau tidak bisa, ibumu!" katanya sembari memberiku sebuah amplop. Walau dia memberitahuku untuk tidak membacanya, "Aku juga tidak peduli apa isinya." kataku dalam hati. "Sekarang pergi ke kelas! " perintahnya untuk terakhir kali.

Aku meninggalkan ruangan itu. Kutatap langit biru yang terus berwarna biru. "Kenapa warnamu harus biru? Kenapa tidak merah? Layaknya darahku." kataku sambil mencoba meraih langit dengan tanganku.

"Kau tidak apa? Apa suatu masalah terjadi lagi?" kata seorang gadis, mungkin dia teman sekelasku, aku tidak peduli nama dan siapa dia. "Ini bukan masalahmu." Jawabku. Aku tidak tahu harus menjawab apa, aku tidak mau memikirkannya, aku harap ia tidak akan marah.

Seorang gurupun akhirnya masuk. Tiba-tiba bayangan adikku muncul, "Kakak, aku tetap menyayangimu walaupun kau bukan kakak kandungku. Kakak tahu... kita akan mempunyai adik baru." Lalu samar-samar bayangannya tergantikan oleh seorang wanita aku tidak tahu siapa dia. Dia berkata, "Mungkin, kau mau bersamaku? Disini tidak akan ada orang yang membentakmu, ataupun memberitahumu apa yang harus kau lakukan."

"Dia menanyaimu!" bisik Zehr diteligaku, ia bertempat duduk dibelakangku. "Pak, bisa kau ulangi lagi pertanyaanmu, aku tidak mendengarnya." kataku. Aku mencoba untuk tidak panik.

Aku tak tahu apa yang ia tanyakan mungkin suatu yang penting, mungkin tidak. Dia memandangiku dengan kecewa, lalu berkata, "Kau ingat aku? Siapa namaku?" Mungkin dia mengulangnya atau mungkin mengganti pertanyaannya. "Aku tidak ingat." jawabku.

"Kau mau pulang?" tanyanya. Ini sebuah pertanyaan penting aku harus memikirkan jawabannya terlebih dahulu. Aku harus menjawab jujur, tapi aku tidak mau membuatnya marah. "Keluar sekarang!" dia akhirnya membentakku. Aku belum sempat menjawab apapun. Tapi kalau tidak segera melakukannya mungkin dia akan membentakku lagi, aku putuskan untuk pulang.

"Aku tidak mau kegiatan kita terganggu, lebih baik dia pulang saja." dia mengatakannya sesaat sebelum aku keluar dari kelas. Mungkin ditujukan pada murid lain. Mungkin dia sengaja agar aku mendengarnya, tapi itu bukan urusanku, aku tidak perlu peduli. Itu tidak membuatku pergi dari dunia ini.

Aku pulang dengan jalan kaki, melewati gang-gang sepi, tak banyak orang melewatinya, mungkin karena ini masih saat-saat mereka untuk melakukan hal-hal yang aku tak peduli. Diatas jembatan aku bertemu seorang gadis, mungkin dia seorang cosplay. Ia memakai baju seperti... orang gila dan ia membawa sebuah pisau. Tapi itu bukan urusanku.

"Apa kau mau mati?"

Ia menodongkan pisaunya kearahku, ini pertanyaan yang penting. Apa ia hanya orang iseng? Tapi aku harus memikirkannya sehingga aku tidak menyesal akan jawabannku. Tapi mungkinkah dia hanya bercanda, atau orang gila. Haruskah aku lari? Sebelum aku menjawabnya, ia mulai mengatakan sesuatu.

"Maafkan aku, tapi apapun jawabanmu kau akan mati.

"Maafkan aku, tapi ini juga salahmu kenapa kau kemari.

"Maafkan aku, tapi aku harus melakukannya walau apapun yang terjadi.

"Maafkan aku, tapi kau orang pertama yang kulihat jadi...

"Maafkan aku, aku harus memberitahukannya terlebih dahulu.

"Maafkan aku, tapi begitu aturannya.

"Maafkan aku, tapi aku harus membunuhmu!"

Setelah mengatakannya, tanpa bisa berkutik ia menusukku, Aku tidak bisa menghindarinya. Apakah aku akan mati? Apakah hidupku berakhir disini? Ia menusukku bertubi-tubi. Darahku keluar tak beraturan. Mataku berkunang-kunang. Langitpun mulai berwarna merah.

BluE DiamonD part 1

Mungkin ada secercah cahaya dari pondokku yang masuk ke matanya, hingga ia memutuskan ke pondokku. Mungkin insting makhluk hidup ketika merasakan keberadaan makhluk hidup lain.Hanya memakan waktu sekitar 5 menit, dia akhirnya sampai.

"Duk... Duk...," suara ketukan pintu yang ia lakukan dengan tangan yang lemah. Suara lirih yang memecahkan keheningan. Tanpa menjawab, aku beranjak dari kursiku menuju pintu. Aku berdo'a sebelum membuka pintu, berharap semoga sosok tadi memanglah makhluk hidup, manusia.

Aku membuka pintu, tanpa mendapat izin terlebih dahulu, ia telah berlari masuk. Aku tidak heran melihatnya, orang bodohpun tahu kalau ia sedang kedinginan. Segera aku pergi ke ruanganku untuk mengambilkan selimut untuk dia. Walau tak mengenalnya, tetap saja, muncul perasaan iba. Insting sesama makhluk hidup, manusia. Aku mendekatinya, ia menggigil di pojok pondokku. Sambil menyelimutkan selimut tebalku, aku berkata, "Kau gadis yang hebat, tapi apa yang kau lakukan disini?"

Kubiarkan dia mengatur nafasnya terlebih dahulu. Lalu dia menjawab, "Maafkan aku, aku telah merepotkanmu, aku sangat berterimakasih kau tidak mengusirku keluar. Sekali lagi aku ucapkan maaf karena telah masuk sebelum kau mengizinkanku, tapi aku benar - benar tidak tahan lagi."

Kubiarkan dia tertidur di ranjangku, sampai tenaganya pulih. Aku yakin dia orang baik - baik.


Don't Let The BluE DiamonD Taking By The Wrong Person..........................
to be continued....

Lirik Lagu Selena Gomez ~ Dreaming Of You


Late at night when all the world is sleeping
I stay up and think of you
And I wish on a star that somewhere you are
Thinking of me too

Cause I'm dreaming of you tonight
Till tomorrow I'll be holding you tight
And there's nowhere in the world I'd rather be
Than here in my room dreaming about you and me

http://zteamraeizth.blogspot.com/

Wonder if you ever see me
And I wonder if you know I'm there
If you looked in my eyes
Would you see what's inside
Would you even care?

I just wanna hold you close
But so far all I have are dreams of you
So I wait for the day (wait for the day)
And the courage to say how much I love you
Yes I do!

I'll be dreaming of you tonight
Till tomorrow I'll be holding you tight
And there's nowhere in the world I'd rather be
Than here in my room dreaming about you and me

http://zteamraeizth.blogspot.com/

(Corazón)
I can't stop dreaming of you
(No puedo dejar de pensar en ti)
I can't stop dreaming
(Cómo te necesito)
I can't stop dreaming of you
(Mi amor, cómo te extraño)

Late at night when all the world is sleeping
I stay up and think of you
And I still can't believe
That you came up to me and said I love you
I love you too!

Now I'm dreaming with you tonight
Till tomorrow and for all of my life
And there's nowhere in the world I'd rather be
Than here in my room dreaming with you endlessly
With you tonight
And there's nowhere in the world where I'd rather be
Than here in my room I'll ber dreaming
With you tonight

http://zteamraeizth.blogspot.com/

Free Download Free Video Converter 4.0.1.1

Kali ini admin mau ngeposin sebuah software ni gan, dimana software ini mampu mengedit video. Mulai dari mengconvert, memotong, menyambung, memberi subtitle dsb.

Kalian bisa mendownloadnya langsung dari webnya yaitu disini.
Tapi gan kalo agan-agan download dari situ, nginstallnya harus online pasti ribet kan?? Makanya sekarang admin mau ngeposin software Free Video Converter 4.0.1.1 yang nginstallnya bisa offline jadi nggak ribet kan??

Free Video Converter 4.0.1.1
Download
Microsoft .Net
Download

Jangan lupa download juga Microsoft .Net nya itu part yang jga penting.

Jangan lupa commentnya y???

Download Movie " Not Another Not Another Movie " 2011


Movie "Not Another Not Another Movie" ini bergenre Comedy yang dirilis pada tahun 2011 di USA. Movie ini bercerita tentang sebuah studio film berjuang yang bersedia melakukan apapun demi uang, walaupun harus kehilangan reputasi mereka.
Informasi lebuh lanjut lihat disini


Download 


Gabung file format 001, 002 dan 003 dengan HJ Split

Taylor Swift Ft. Civil Wars ~ Safe And Sound



Safe And Sound Lyrics
by Taylor Swift Ft. The Civil Wars
 [Taylor Swift]
 I remember tears streaming down your face
 When I said, I’ll never let you go
 When all those shadows almost killed your light
 I remember you said, Don’t leave me here alone
 But all that’s dead and gone and passed tonight

Just close your eyes
 The sun is going down
 You’ll be alright
 No one can hurt you now
 Come morning light
 You and I’ll be safe and sound

Don’t you dare look out your window darling
 Everything’s on fire
 The war outside our door keeps raging on
 Hold onto this lullaby
 Even when the music’s gone

Just close your eyes
 The sun is going down
 You’ll be alright
 No one can hurt you now
 Come morning light
 You and I’ll be safe and sound

Just close your eyes
 You’ll be alright
 Come morning light,
 You and I’ll be safe and sound








SNSD ~ Twinkle


The twinkle

The twinkle, twinkle
 The twinkle, twinkle
soomgyeodo twinkle eojjeona?
nunehwakttuijanha
beiressayeoisseodo
naneun twinkle tigana

ttansaramdeuldo da
bitnaneunnareuljohahae
kkeutkkajigyeonggyehaeyahae
boseogeulhoomchinneojanha

neulnauigyeoteuljikyeojwo
naejuwimanmaemdora
nuneulttejimarajwo
naemaeryeogeppajyeo

soomgyeodo twinkle eojjeona?
nunehwakttuijanha
beiressayeoisseodo
naneun twinkle tigana

nanmijiuisegye
siganeulijeobeorilgeol
achimenuneultteobwado
ggumeungyesokdwelgeoya

nanneoreulwihaeggumigo
deoyeppeugenalbanjjagillae
waeneomanhonjamolla
nauijingareul
soomgyeodo twinkle eojjeona? (soomgyeodo twinkle bichina)
nunehwakttuijanha
beiressayeoisseodo
naneun twinkle tigana

neomutaeyeonhaeneomuppeonppeonhae
bakkeneunnalsowonhaneunjurikkeuchi an boyeo
maldoandwege neon neomudamdamhae
nanhaneularaetteoreojinbyeol

soomgyeodo twinkle eojjeona?
nunehwakttuijanha
beiressayeoisseodo
naneun twinkle tigana

geudaeui twinkle nareulbwa
eodilbwa? nareulbwa
chikchikhanotsogeseodo
naneun twinkle taegana

soomgyeodo twinkle eojjeona? (na twinkle eojjeona?)
nunehwakttuijanha
beiressayeoisseodo
naneun twinkle tigana
da twinkle aljanha









Glee Casting ~ Unpretty


I wish I could tie you up in my shoes
 Make you feel unpretty too
 I was told I was beautiful
 But what does that mean to you
 Look into the mirror who’s inside there
 The one with the long hair
 Same old me again today

 My outsides are cool
 My insides are blue
 Everytime I think I’m through
 It’s because of you
 I’ve tried different ways
 But it’s all the same
 At the end of the day
 I have myself to blame
 I’m just trippin’

 You can buy your hair if it won’t grow
 You can fix your nose if he says so
 You can buy all the make-up that M.A.C. can make
 But if you can’t look inside you
 Find out who am I to
 Be in a position to make me feel so damn unpretty

 I feel pretty
 Oh so pretty
 I feel pretty and witty and bright

 Never insecure until I met you
 Now I’m being stupid
 I used to be so cute to me
 Just a little bit skinny
 Why do I look to all these things
 To keep you happy
 Maybe get rid of you
 And then I’ll get back to me (hey)

 My outsides look cool
 My insides are blue
 Everytime I think I’m through
 It’s because of you
 I’ve tried different ways
 lyricsalls.blogspot.com
 But it’s all the same
 At the end of the day
 I have myself to blame
 Keep on trippin’

 You can buy your hair if it won’t grow
 You can fix your nose if he says so
 You can buy all the make-up that M.A.C. can make
 But if you can’t look inside you
 Find out who am I to
 Be in a position to make me feel so damn unpretty

 I feel pretty
 Oh so pretty
 I feel pretty and witty and bright
 And I pity
 Any girl who isn't me tonight

 Oh oh oh oh oh (Tonight)
 Oh oh oh oh oh
 Oh oh oh oh oh (Tonight)
 Oh oh oh oh oh
 Oh oh oh oh oh (Tonight)
 Oh oh oh oh oh

 I feel pretty (You can buy your hair if it won’t grow)
 Oh so pretty (You can fix your nose if he says so)
 I feel pretty and witty and bright (You can buy all the make-up that M.A.C. can make)
 But if you can’t look inside you
 Find out who am I to
 Be in a position to make me feel so damn unpretty

 I feel pretty
 But unpretty







- Copyright © Ztea Miracle - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -